Salah satu warisan budaya dari leluhur bangasa kita adalah gotong royong. Tidak sesemua bangsa memiliki sifat ini. Apalagi bangsa yang kapitalis dan individualis. Sifat dasar ini dimiliki oleh semua suku bangsa di negara kita. Jiwa sosial merupakan jiwa yang sangat kuat di negara ini. Melestarikan dan memelihara sifat ini dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari hari merupakan salah satu bentuk pelestarian peninggalan budaya leluhur kita.
Ditengah derasnya pengaruh dari era glibalisasi dan menipisnya sifat kegotong royongan di negeri kita. Warga GMP blok G Rt 05 RW 01 Kel. Duriangkang berusaha untuk menjaganya dengan lebih rutin dan sering bergotong royong dalam menyelesaikan masalah di lingkungan kami. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Kalau kita ingin memiliki lingkungan yang baik, aman, bersih, tertib dan tenteram, maka kitalah yang harus memulainya, melakukan aksi nyata untuk mewujudkannya. Menyontek kalimat dari Cak Lontong, komedian Indonesia, Visi tanpa aksi adalah mimpi, namun aksi tanpa visi adalah mimpi buruk.
Bandar Dunia yang Madani, begitulah visi Kota yang sedang berkembang pesat di wilayah Kepulauan Riau ini. Jumlah penduduknya bertambah dua kali lipat dibandingkan 10 tahun yang lalu. Perumahan, perkampungan, ruko, gedung perkantoran, hotel dan bahkan mall-mall berkembang sangat cepat. Memang daya tarik-nya sangat kuat bagi para perantau yang ingin merubah nasib, mencari rejeki atau mengembangkan bisnis. Problema muncul kemudian, jumlah penduduk yang bertambah banyak, “produksi” sampah juga bertambah banyak. Jika tidak ditangani secara efektif, tentunya akan menimbulkan permasalahan di masyarakat. Masalah kebersihan berhubungan erat dengan kesehatan & lingkungan, sampah akan jadi tempat bakteri penyebab penyakit atau bisa mencemari air, udara & tanah.
Bagaimana penanganan sampah di Kota Batam?
Pemerintah Kota Batam memiliki tempat pembuangan sampah akhir yang terletak di daerah Punggur. Setiap hari tempat ini menampung sampah-sampah rumah tangga yang diangkut oleh truk sampah dari semua penjuru kota Batam. Truk-truk tersebut mendatangi perumahan-perumahan & perkampungan dan mengambil sampah dari setiap rumah. Kota ini tidak memiliki tempat pembuangan sampah sementara di perumahan.
Pemerintah Kota Batam memiliki tempat pembuangan sampah akhir yang terletak di daerah Punggur. Setiap hari tempat ini menampung sampah-sampah rumah tangga yang diangkut oleh truk sampah dari semua penjuru kota Batam. Truk-truk tersebut mendatangi perumahan-perumahan & perkampungan dan mengambil sampah dari setiap rumah. Kota ini tidak memiliki tempat pembuangan sampah sementara di perumahan.
Efektifkah penanganannya?
Fakta di lapangan, banyak perumahan & perkampungan yang belum terlayani oleh truk-truk sampah tersebut. Armadanya kurang? mungkin.
Jika ditambah apakah efektif? belum tentu.
Kenapa? sebagian besar jalan di perumahan menengah ke bawah, row jalan-nya sempit (4-6 meter). Ditambah lagi para pemilik mobil di perumahan tersebut memarkr mobil di pinggir jalan, maklum rumah type RS, tidak cukup lahan untuk parkir. Sehingga jalan menjadi sempit dan truk sampah tidak bisa masuk untuk mengambil sampah. Alhasil, sampah tidak terangkut. dalam hitungan beberapa hari, sampah tersebut akan membusuk, mengeluarkan bau yang tidak sedap, “memberi” tempat yang nyaman bagi lalat dan “menghasilkan” lalat-lalat yang baru. Pemilik rumah gerah, akhirnya sampah tersebut diangkut sendiri dan dibuang di pinggir jalan raya. Pengguna jalan pun akhirnya kebagian rejeki bau dan pemandangan sampah yang membukit.
Secara garis besar, pengelolaan sampah di kota Batam belum efektif.
Fakta di lapangan, banyak perumahan & perkampungan yang belum terlayani oleh truk-truk sampah tersebut. Armadanya kurang? mungkin.
Jika ditambah apakah efektif? belum tentu.
Kenapa? sebagian besar jalan di perumahan menengah ke bawah, row jalan-nya sempit (4-6 meter). Ditambah lagi para pemilik mobil di perumahan tersebut memarkr mobil di pinggir jalan, maklum rumah type RS, tidak cukup lahan untuk parkir. Sehingga jalan menjadi sempit dan truk sampah tidak bisa masuk untuk mengambil sampah. Alhasil, sampah tidak terangkut. dalam hitungan beberapa hari, sampah tersebut akan membusuk, mengeluarkan bau yang tidak sedap, “memberi” tempat yang nyaman bagi lalat dan “menghasilkan” lalat-lalat yang baru. Pemilik rumah gerah, akhirnya sampah tersebut diangkut sendiri dan dibuang di pinggir jalan raya. Pengguna jalan pun akhirnya kebagian rejeki bau dan pemandangan sampah yang membukit.
Secara garis besar, pengelolaan sampah di kota Batam belum efektif.
Adakah alternatif solusi untuk masalah ini?
Setiap masalah tentu ada jalan keluarnya. Salah satu contohnya alternatif solusinya adalah dengan membuat Tempat Penampungan Sampah Sementara di setiap komplek perumahan/perkampungan. Warga harus memiliki tempat sampah yang sesuai di setiap rumah mereka. Setiap hari sampah tersebu harus diambil oleh petugas di lingkungan tersebut dengan memakai alat pengangkut yang berukuran kecil atau sedang sehingga bisa masuk ke setiap gang ataupun jalan perumahan yang sempit. Jadi semua sampah rumah tangga akan terangkut. Selanjutnya sampah-sampah tersebut akan dibawah ke tempat penampungan sementara. Truk-truk sampah yang berukuran besar hanya akan mengangkut sampah dari tempat penampungan sementara menuju ke Tempat Pembuangan Akhir. Keuntungan dari dari alternatif solusi ini adalah semua sampah rumah tangga akan terangkut, karena armada pengangkutnya bisa masuk ke gang atau jalan yang sempit, jalan di perumahan yang kualitasnya tidak mampu untuk dilewati oleh truk dengan tonase besar tidak cepat rusak, dan mengurangi penggunaan BBM (armada kecil yang mengambil sampah ke rumah warga memerlukan BBM yang lebih sedikit dibandingkan dengan truk besar).
Kendala yang mungkin ada adalah pada saat penentuan lokasi Tempat Pembuangan Semenara (TPS). warga yang lokasi-nya dekat dengan lokasi ini kemungkinan akan keberatan. Karena khawatir dengan “efek” dari tempat tersebut, seperti bau yang tidak sedap, pemandangan yang kurang bagus, lalat dan lain sebagainya. Ini harus di atasi dengan arif & bijak. TPS tersebut harus di desain sedemikian rupa sehingga efek-2 tersebut bisa diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Misalnya, temboknya harus tinggi, terdapat tanaman di sekitar PS tersebut dan tentunya frekuensi pengambilannya harus lebih sring sehingga sampah-sampah tersebut tidak sampai membusuk.
Setiap masalah tentu ada jalan keluarnya. Salah satu contohnya alternatif solusinya adalah dengan membuat Tempat Penampungan Sampah Sementara di setiap komplek perumahan/perkampungan. Warga harus memiliki tempat sampah yang sesuai di setiap rumah mereka. Setiap hari sampah tersebu harus diambil oleh petugas di lingkungan tersebut dengan memakai alat pengangkut yang berukuran kecil atau sedang sehingga bisa masuk ke setiap gang ataupun jalan perumahan yang sempit. Jadi semua sampah rumah tangga akan terangkut. Selanjutnya sampah-sampah tersebut akan dibawah ke tempat penampungan sementara. Truk-truk sampah yang berukuran besar hanya akan mengangkut sampah dari tempat penampungan sementara menuju ke Tempat Pembuangan Akhir. Keuntungan dari dari alternatif solusi ini adalah semua sampah rumah tangga akan terangkut, karena armada pengangkutnya bisa masuk ke gang atau jalan yang sempit, jalan di perumahan yang kualitasnya tidak mampu untuk dilewati oleh truk dengan tonase besar tidak cepat rusak, dan mengurangi penggunaan BBM (armada kecil yang mengambil sampah ke rumah warga memerlukan BBM yang lebih sedikit dibandingkan dengan truk besar).
Kendala yang mungkin ada adalah pada saat penentuan lokasi Tempat Pembuangan Semenara (TPS). warga yang lokasi-nya dekat dengan lokasi ini kemungkinan akan keberatan. Karena khawatir dengan “efek” dari tempat tersebut, seperti bau yang tidak sedap, pemandangan yang kurang bagus, lalat dan lain sebagainya. Ini harus di atasi dengan arif & bijak. TPS tersebut harus di desain sedemikian rupa sehingga efek-2 tersebut bisa diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Misalnya, temboknya harus tinggi, terdapat tanaman di sekitar PS tersebut dan tentunya frekuensi pengambilannya harus lebih sring sehingga sampah-sampah tersebut tidak sampai membusuk.
Ini hanya sekedar “urun rembug” untuk kota Batam tercinta, tempat penulis telah tinggal lebih 15 tahun.
Penulis adalah perantau di kota Batam dan sudah menjadi warga kota ini. Hanya berkeinginan untuk memeberikan sumbangsih buat kota Batam untuk memujudkan cita-cita Batam Menjadi Bandar Dunia Yang Madani.














